ANEMON
Oleh
Kamalia
Tim
Sosial Budaya 7 Alor
Pernah
kah kalian menonton finding Nemo? Ya,
film yang menceritakan petualangan ikan nemo (ikan badut), ikan hias yang lucu.
Tulisan ini bukan mengenai ikan nemo, melainkan mengenai sesuatu yang penting
bagi kehidupan ikan nemo (badut), yaitu anemon. Apa itu anemon? Anemon merupakan tanaman laut, tempat
tinggal ikan badut, yang tidak terpikir oleh tim sosial budaya subkorwil Alor
bahwa tanaman laut ini dapat memberikan manfaat yang begitu besar nya untuk
masyarakat Pura, khususnya Kampung Melangwala di Pura Barat.
Anemon sebagai rumah ikan badut
https://youtu.be/1xYMrM96PBk
Pulau Pura merupakan salah satu dari gugusan pulau-pulau indah yang ada di Alor. Pulau berpenghuni ini merupakan salah satu kecamatan yang ada di kabupaten Alor. Ketika kami menginjakan kaki di Desa Pura Barat, kami disambut oleh sepasang penari yang menggunakan selendang tenun dari masyarakat pura barat, mereka menarikan tarian yang bernama tarian elang. Bukan hanya disambut tarian elang, kedatangan kami juga disambut meriah oleh masyarakat desa pura barat.
Decak
kagum muncul dalam diri kami pada Pulau Pura, bukan hanya pada keindahan taman
laut maupun gunung maru, melainkan pada kegigihan masyarakat Pura dalam
menjalani kehidupan. Rumah mereka yang berdiri diatas karang dengan medan
mendaki yang jauh dari sumber air bersih, tak menghalangi akal mereka untuk
mencari solusi untuk tetap hidup dan berkembang. Mereka memanfaatkan tiga
elemen dalam kehidupan, yaitu darat, udara dan air. Pemanfaatan darat (tanah),
mereka menanam jagung, meskipun di sela-sela batu. Pemanfaatan udara, mereka
dapat hidup melalui fermentasi pohon nira yang dijadikan minuman tuak, minuman
yang berperan dalam kelangsungan hidup mereka. Sedangkan pemanfaatan laut,
mereka menyambung hidup dengan hasil laut dengan bubu, tombak, dan pukat, serta
pemanfaatan anemon.
Pemandangan Desa Maru, salah satu desa
yang ada di Pulau Pura LCO 4710-8340
Rasa
penasaran kami meningkat mengenai bagaiamana masyarakat pura dapat memanfaatkan
anemon sebagai penyambung hidup mereka. Kami pun mendatangi para nelayan di
pinggir pantai Kampung Melangwala, yang berada di Pura Barat untuk mengumpulkan
informasi mengenai pemanfaatan anemon ini. Kami pun mewawancarai salah satu
nelayan, yaitu Bapak Kasman Jahilape, beliau memberi keterangan bahwa anemon
memberi manfaat kepada masyarakat pura karena menjadi sumber pemasukan ekonomi.
Sudah lebih dari sepuluh tahun proses perdagangan anemon telah dilakukan. Usia
nelayan yang menangkap anemon di laut sekitar usia remaja sampai dewasa madya
(13 – 48 tahun). Ada sekitar tiga puluh warga melangwala yang berprofesi
sebagai nelayan penangkap anemon.
Penangakapan
(pengambilan) anemon biasanya dilakukan pada pagi dan sore hari. Hanya anemon
yang berwarna merah yang dijual kepada pembeli. Biasanya nelayan menjual anemon
tersebut kepada pengusaha pengolah anemon yang berasal dari Bali dan terkadang
dijual ke pasar lokal. Pengusaha pengolah anemon ini mendatangi nelayan dua
kali seminggu, setiap hari selasa dan sabtu. Dalam proses perdagangannya, pengusaha
tersebut mengirim beberapa orang untuk mendatangi langsung nelayan dan
mengarahkannya pada ukuran dan warna anemon yang diinginkan. Harga anemon
berkisar Rp 7.000 – Rp 10.000 per mata (mata yang dimaksud adalah hitungan per
biji). Sedangkan harga untuk anemon berukuran besar atau berjenis anemon karpet
bisa mencapai harga Rp 300.000. Namun, terdapat keluhan dari nelayan anemon ini
kepada pihak pengusaha dikarena mereka sering melanggar perjanjian harga, yang
seharusnya Rp 7.000 per mata, mereka mengambil tiga sampai empat mata dengan
harga yang sama.
Anemon
dapat ditemukan hampir di seluruh lautan pulau pura, tetapi ada dua tempat yang
berpotensi, artinya anemon yang ada sangat berlimpah sehingga dijadikan tempat
bagi nelayan untuk mengambilnya, lalu dijual. Dua tempat tersebut adalah Desa
Maru (Pura Selatan) dan Pura Barat. Anemon dapat ditangkap pada kedalam sekitar
sepuluh sampai belasan meter. Biasanya nelayan menjual anemon sebanyak dua ribu
sampai tiga ribu mata, penghasilan terbesar bisa sampai delapan juta. Namun
pendapatan nelayan ini tidak menentu tergantung permintaan pasar. Tidak semua
tangkapan anemon ini laku terjual, jika ada cacat atau warnanya bukan merah
maka anemon tersebut tidak akan dibeli. Sisa-sisa anemon yang tidak laku
terjual oleh pembeli dari pengusaha asal Bali ini, dijual ke pasar atau
dimanfaatkan oleh masyarakat melangwala untuk dijadikan olahan masakan
(konsumsi sehari-hari). Biasanya anemon bisa diolah menjadi masakan tumis
anemon atau kuah asam anemon.
Tumis
anemon, salah satu pemanfaatan anemon untuk
masyarakat Pura
Ada
dua cara untuk mengambil anemon didalam laut, yaitu jika anemon tidak keras
(artinya tidak terlalu menempel di karang) cukup dikipas atau diambil langsung
dengan tangan, cara kedua jika anemonnya menempel di karang terlalu keras harus
menggunakan batang kayu atau sendok untuk melepaskannya dari karang dengan cara
menggosoknya. Anemon yang telah diambil dari laut lalu dikumpulkan jadi satu di
dalam wadah. Anemon tersebut tidak boleh terlalu lama terpapar sinar matahari
secara langsung karena dapat merubah warna dan menjadikannya tidak segar.
Setiap 10 – 15 menit air yang ada didalam wadah tersebut diganti agar anemon
tetap segar.
Proses pengambilan anemon yang
ditunjukkan oleh salah satu nelayan pura barat
Begitu besar manfaat anemon bagi
keberlangsungan hidup masyarakat pura, meskipun dilema dikarenakan mengancam
makhluk hidup lain, yaitu ikan badut. Tetapi, keberlimpahan anemon yang ada di
Pura memberikan pemasukan ekonomi masyarakat disisi lain. Keserakahan sangat
dihindari oleh masyarakat pura dalam mengambil anemon. Oleh sebab itu,
keberadaan anemon yang ada di Pura ini tetap terjaga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar