Senin, 26 Oktober 2015

anemon



ANEMON
Oleh Kamalia
Tim Sosial Budaya 7 Alor



Pernah kah kalian menonton finding Nemo? Ya, film yang menceritakan petualangan ikan nemo (ikan badut), ikan hias yang lucu. Tulisan ini bukan mengenai ikan nemo, melainkan mengenai sesuatu yang penting bagi kehidupan ikan nemo (badut), yaitu anemon. Apa itu anemon? Anemon merupakan tanaman laut, tempat tinggal ikan badut, yang tidak terpikir oleh tim sosial budaya subkorwil Alor bahwa tanaman laut ini dapat memberikan manfaat yang begitu besar nya untuk masyarakat Pura, khususnya Kampung Melangwala di Pura Barat.
Anemon sebagai rumah ikan badut

https://youtu.be/1xYMrM96PBk


Pulau Pura merupakan salah satu dari gugusan pulau-pulau indah yang ada di Alor. Pulau berpenghuni ini merupakan salah satu kecamatan yang ada di kabupaten Alor. Ketika kami menginjakan kaki di Desa Pura Barat, kami disambut oleh sepasang penari yang menggunakan selendang tenun dari masyarakat pura barat, mereka menarikan tarian yang bernama tarian elang. Bukan hanya disambut tarian elang, kedatangan kami juga disambut meriah oleh masyarakat desa pura barat.
Decak kagum muncul dalam diri kami pada Pulau Pura, bukan hanya pada keindahan taman laut maupun gunung maru, melainkan pada kegigihan masyarakat Pura dalam menjalani kehidupan. Rumah mereka yang berdiri diatas karang dengan medan mendaki yang jauh dari sumber air bersih, tak menghalangi akal mereka untuk mencari solusi untuk tetap hidup dan berkembang. Mereka memanfaatkan tiga elemen dalam kehidupan, yaitu darat, udara dan air. Pemanfaatan darat (tanah), mereka menanam jagung, meskipun di sela-sela batu. Pemanfaatan udara, mereka dapat hidup melalui fermentasi pohon nira yang dijadikan minuman tuak, minuman yang berperan dalam kelangsungan hidup mereka. Sedangkan pemanfaatan laut, mereka menyambung hidup dengan hasil laut dengan bubu, tombak, dan pukat, serta pemanfaatan anemon.
Pemandangan Desa Maru, salah satu desa yang ada di Pulau Pura LCO 4710-8340
Rasa penasaran kami meningkat mengenai bagaiamana masyarakat pura dapat memanfaatkan anemon sebagai penyambung hidup mereka. Kami pun mendatangi para nelayan di pinggir pantai Kampung Melangwala, yang berada di Pura Barat untuk mengumpulkan informasi mengenai pemanfaatan anemon ini. Kami pun mewawancarai salah satu nelayan, yaitu Bapak Kasman Jahilape, beliau memberi keterangan bahwa anemon memberi manfaat kepada masyarakat pura karena menjadi sumber pemasukan ekonomi. Sudah lebih dari sepuluh tahun proses perdagangan anemon telah dilakukan. Usia nelayan yang menangkap anemon di laut sekitar usia remaja sampai dewasa madya (13 – 48 tahun). Ada sekitar tiga puluh warga melangwala yang berprofesi sebagai nelayan penangkap anemon.
Penangakapan (pengambilan) anemon biasanya dilakukan pada pagi dan sore hari. Hanya anemon yang berwarna merah yang dijual kepada pembeli. Biasanya nelayan menjual anemon tersebut kepada pengusaha pengolah anemon yang berasal dari Bali dan terkadang dijual ke pasar lokal. Pengusaha pengolah anemon ini mendatangi nelayan dua kali seminggu, setiap hari selasa dan sabtu. Dalam proses perdagangannya, pengusaha tersebut mengirim beberapa orang untuk mendatangi langsung nelayan dan mengarahkannya pada ukuran dan warna anemon yang diinginkan. Harga anemon berkisar Rp 7.000 – Rp 10.000 per mata (mata yang dimaksud adalah hitungan per biji). Sedangkan harga untuk anemon berukuran besar atau berjenis anemon karpet bisa mencapai harga Rp 300.000. Namun, terdapat keluhan dari nelayan anemon ini kepada pihak pengusaha dikarena mereka sering melanggar perjanjian harga, yang seharusnya Rp 7.000 per mata, mereka mengambil tiga sampai empat mata dengan harga yang sama.
Anemon dapat ditemukan hampir di seluruh lautan pulau pura, tetapi ada dua tempat yang berpotensi, artinya anemon yang ada sangat berlimpah sehingga dijadikan tempat bagi nelayan untuk mengambilnya, lalu dijual. Dua tempat tersebut adalah Desa Maru (Pura Selatan) dan Pura Barat. Anemon dapat ditangkap pada kedalam sekitar sepuluh sampai belasan meter. Biasanya nelayan menjual anemon sebanyak dua ribu sampai tiga ribu mata, penghasilan terbesar bisa sampai delapan juta. Namun pendapatan nelayan ini tidak menentu tergantung permintaan pasar. Tidak semua tangkapan anemon ini laku terjual, jika ada cacat atau warnanya bukan merah maka anemon tersebut tidak akan dibeli. Sisa-sisa anemon yang tidak laku terjual oleh pembeli dari pengusaha asal Bali ini, dijual ke pasar atau dimanfaatkan oleh masyarakat melangwala untuk dijadikan olahan masakan (konsumsi sehari-hari). Biasanya anemon bisa diolah menjadi masakan tumis anemon atau kuah asam anemon.
Tumis anemon, salah satu pemanfaatan anemon untuk masyarakat Pura
Ada dua cara untuk mengambil anemon didalam laut, yaitu jika anemon tidak keras (artinya tidak terlalu menempel di karang) cukup dikipas atau diambil langsung dengan tangan, cara kedua jika anemonnya menempel di karang terlalu keras harus menggunakan batang kayu atau sendok untuk melepaskannya dari karang dengan cara menggosoknya. Anemon yang telah diambil dari laut lalu dikumpulkan jadi satu di dalam wadah. Anemon tersebut tidak boleh terlalu lama terpapar sinar matahari secara langsung karena dapat merubah warna dan menjadikannya tidak segar. Setiap 10 – 15 menit air yang ada didalam wadah tersebut diganti agar anemon tetap segar.
Proses pengambilan anemon yang ditunjukkan oleh salah satu nelayan pura barat
            Begitu besar manfaat anemon bagi keberlangsungan hidup masyarakat pura, meskipun dilema dikarenakan mengancam makhluk hidup lain, yaitu ikan badut. Tetapi, keberlimpahan anemon yang ada di Pura memberikan pemasukan ekonomi masyarakat disisi lain. Keserakahan sangat dihindari oleh masyarakat pura dalam mengambil anemon. Oleh sebab itu, keberadaan anemon yang ada di Pura ini tetap terjaga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar